Rabu, 17 Juni 2009

Pantaskah Dia Mendampingiku Sekarang???

Ada beberapa teman dekat yang pernah sharing mengeluhkan bahwa istrinya sudah kurang cocok lagi sekarang, sudah jadi kampungan. Diajak ngobrol sudah gak nyambung, penampilan sudah kayak nenek-nenek, dan lain sebagainya.

Karena istri sudah susah nyambung kalau diajak ngobrol, maka tak jarang mereka lebih suka ngobrol (bahkan curhat) dengan teman-teman 'sepermainannya' dan kalau pulang ke rumah lebih banyak diam dengan alasan capek. Hal seperti ini sangat memungkinkan untuk terjadinya selingkuh-selingkuh kecil (pada awalnya).

Teman-teman seperjuangan,

Saya hanya bermaksud sharing saja terinspirasi oleh Bapak Mario Teguh.......

Sebagai suami, kita tidak hanya berkewajiban memenuhi kebutuhan 'lahir/bathin' pasangan kita. Tapi ada satu hal yang juga tak kalah pentingnya, yaitu meningkatkan ilmu dan pengetahuan istri kita. Kalau istilah orang IT, meng-upgrade softwarenyalah. Hal ini sangat diperlukan, walaupun dia hanya berstatus ibu rumah tangga, agar dia bisa paling tidak mengikuti perkembangan suaminya dan bisa menjadi teman diskusi atau paling tidak bisa 'nyambung' kalau suaminya lagi cerita.

Menurut saya, ada beberapa hal yang kelihatannya sepele tapi bisa membantu yang bisa kita para suami lakukan, seperti:

1. Memberikan kesempatan kepada istri untuk membaca buku atau majalah yang kita baca, atau terlibat dalam hobi kita,

2. 'Memperkenalkan' pekerjaan kita kepada istri,

3. Sesekali ajak istri dan anak-anak makan/jalan di tempat dimana kita para suami makan/jalan dengan teman-teman 'sepermainan' kita.

Saya yakin masih ada banyak cara agar istri kita 'mengenal dunia' suaminya.......

Semoga bermanfaat........



Jumat, 12 Juni 2009

Let's Share and Be Happy

Title di atas saya pinjam dari motivator no. 1 Indonesia Bapak Andrie Wongso yang sangat menginspirasi ribuan bahkan jutaan pencintanya.

Ini adalah kebahagiaan yang aku rasakan saat itu .......

Suatu hari di kota Serang- Banten, tepatnya disebuah rumah makan Padang yang sederhana di prapatan Posis. Sederhana tempat dan perabotannya, namun sangatlah ramai dikunjungi oleh para pelanggan setianya. Apalagi di hari Minggu seperti ini. Biasanya mereka selalu kehabisan stock masakan. Selain rasa dan menu yang sangatlah cocok dengan lidah orang seberang (sebutan orang sini untuk perantau seperti saya yang dari Bengkulu), juga harganya yang masih sangat terjangkau. Hanya berkisar 7,000 - 15,000 untuk satu porsinya.

Siang itu, aku dan istri serta dua jagoan kecil ku sengaja tidak masak di rumah. Selain untuk memberikan waktu istirahat bagi istriku tercinta dari kesibukannya bekerja sebagai PNS dan melayani aku dan dua jagoan ku, serta mengurus rumah kami yang mungil karena kami tidak punya pembantu, juga sebagai rekreasi murah kami sekeluarga, yakni 'muter-muter' di dalam kota serang hanya butuh waktu 10-15 menit saja.

Waktu kami sampai di dekat rumah makan Padang yang sederhana itu, sudah banyak pelanggan yang sedang lahapnya menikmati hidangan khas Sumatera tersebut, yang tentunya sudah disesuaikan dengan 'lidah' orang-orang yang sudah lama tinggal di sini, yakni dengan menambahkan rasa manis secukupnya. Kebetulan hanya ada satu meja lagi yang kosong dan cukup untuk kami berempat, yang letaknya persis menghadap pintu masuk rumah makan Padang tersebut.

Ada suatu perubahan yang terjadi sejak Banten berubah jadi propinsi , yang ibu kotanya Serang ini, dimana mulai banyak pengamen dari kalangan anak-anak seusia sekolah dasar. Juga pada saat kami sedang makan siang tersebut, awalnya ada tiga orang anak dengan pakaian yang sangat lusuh dan banyak 'bolong'nya datang dengan gitar kecil serta kencrengannya ''menyanyi' tepat di hadapan kami. Saya lihat pelayan rumah makan tersebut berusaha menyuruh anak-anak itu pergi dengan memberi recehan 500 rupiah. Tapi saya bilang sama pelayan tersebut tidak apa-apa pak, biarkan mereka 'menyanyi'. Setelah selesai beberapa bait lagu, saya tanya mereka: apakah mereka sudah makan apa belum. Ketiganya seperti kompak bilang belum. Istri dan jagoan ku yang gede hanya diam sambil makan, sedangkan yang jagoan kecil asyik dengan sendok dan garpunya bermain dengan nasinya.

Saya tawarin mereka makan dan mereka kelihatannya sangat senang. Awalnya mereka minta nasinya dibungkus saja, tapi saya minta mereka makan bersama-sama keluarga saya. Akhirnya merekapun setuju.

Sang pelayan menghampiri saya sambil bilang: 'kasih dadar telor juga sudah cukup Bang'. Tapi saya bilang pada sang pelayan: 'saya mau mereka makan yang sama dengan apa yang dimakan oleh saya dan keluarga saya'.

Saya perhatikan mereka bertiga makan agak sedikit malu-malu tapi nampak jelas juga bahwa mereka memang sangat lapar. Tak lama berselang, datang lagi 2 orang anak yang mau ngamen, yang sama lusuh dan kucelnya dengan mereka. Salah satu dari mereka bilang: mereka berdua teman kami OM. Saya tawari juga mereka berdua makan sama-sama dengan tiga orang teman mereka yang sudah dulaun. Yang dua orang belakang ini juga nampak sekali bahwa mereka sudah lama menahan lapar.

Mata saya menatap mereka berlima yang sedang lahapnya makan nasi Padang yang memang sangat enak tersebut, apalagi lauknya masih segar. Tapi pikiran saya menerawang jauh tiga puluh tahunan yang lalu, ke masa-masa kecil saya yang tinggal di gubuk kecil di pinggir hutan terbuat dari bilik bambu dengan atap daun 'seghedang' (saya gak tahu apa bahasa Indonesia), yang dibuat sendiri oleh bapak saya yang sangat saya kagumi.

Masa-masa yang sangat sulit, dimana seringkali kami tidak punya beras untuk masak. Kalau adapun itu hanya sedikit untuk kami berlima waktu itu. Jadi sering sekali ibu terpaksa masak bubur beras agar kami semua bisa mencicipi rasa nasi. Selebihnya Bapak dan Ibu kami pergi kedalam hutan untuk mencari 'pisang hutan' untuk direbus guna mengurangi rasa lapar kami bertiga, anak-anaknya yang masih kecil-kecil waktu.

Dalam hati saya berkata kepada anak-anak pengamen berlima yang ada di depan saya ini: 'saya tahu persis bagaimana rasanya kalian menahan rasa lapar dan haus seharian, karena waktu kecil saya juga hampir setiap hari menahan rasa lapar tersebut, kalau musim panen padi belum tiba. Tapi kamu berlima masih beruntung, setidaknya hari ini, karena ada seorang perantau miskin yang mau berbagi, walaupun nilainya tak seberapa. Dalam hati saya berjanji untuk 'terus berusaha sekuat tenaga untuk memberi sebanyak mungkin TAPI bukan menerima sebanyak mungkin.'

Selesai makan mereka berlima mengucapkan terima kasih sambil menjabat tangan saya. Terus terang saya sangat 'tersentuh'.

Sekembalinya ke mobil, saya merasakan sangat bahagia diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk bisa berbagi dengan anak-anak yang kurang beruntung tersebut, walau dari segi nilai ekonomis tidak ada apa-apanya. Terus terang, kebahagian saya hari ini jauh melebihi kebahagian yang saya rasakan di saat saya bisa beli mobil pertama kali ataupun kedua kalinya.

Sambil berdo'a dalam hati: 'Ya Allah dekatkanlah rejeki yang masih jauh dari kami dan berikanlah apabila rejeki itu sudah dekat dengan kami agar kami bisa selalu berbagai dengan hamba-hamba-Mu yang kurang beruntung......amien.......'.